MUNGKIN AKU BUKAN TUHAN

Ketika ada yang bertanya :

“ kenapa aku ingin menjadi seorang penulis?”
“ karna aku ingin menjadi tuhan”

Bagiku menulis bukan hanya harus mempunyai modal keinginan atau pengetahuan, tapi juga harus punya basic dalam berimajinasi. Aku ingin menjadi seorang penulis yang kritis, puitis, juga intelektualis.
Kenapa aku ingin menjadi tuhan? Karna aku ingin menggariskan taqdir buat tokoh-tokoh yang ada dalam ceritaku, aku ingin berbuat sekehendakku, aku ingin menamatkan riwayat peran utamanya dengan caraku sendiri, dengan tanganku, tepatnya dengan goresan penaku. Aku ingin semua kehidupannya sesuai dengan kehendakku, apa yang terfikir di otakku, aku ingin semua berjalan seperti yang aku inginkan.


* * * *

“ sudahlah, tidak ada yang perlu di tangisi lagi” kata doraemon seraya mengagetkanku.
“ apa yang bisa ku lakukan sekarang?” tanyaku kembali padanya.

Pagi ini udara begitu dingin, padahal belum saatnya musim dingin. hingga selimut tebal yang sekian lama aku simpan baik2 dalam lemari mungilku ku bongkar, lalu ku hamparkan untuk menutup seluruh tubuhku dan hampir tidak ada yang tidak tertutupi kecali wajahku. Mataharipun begitu, iya juga tak mau kalah unjuk kebolehan, meski udaranya dingin, tapi iya tetap tersenyum menatap manusia yang membutuhkan cahayanya, tertawa riang menatap tumbuh2an yang selalu mengharap disinari sebagai perkembang biakannya. Begitu juga dengan riak-riak air sungai itu, selalu mengalir dan mengalir tanpa henti, seolah mengisyaratkan bahwa hidup kan terus mengalir apapun yang terjadi, hidup kan terus nyata meski kita sering membuatnya sebagai halusinasi semata, ia kan terus berjalan meski tangis dan tawa berganti.

Ku hirup udara dalam-dalam, dan tiba2 melihat jam Mickey mouse yang tergantung di dinding kamarku, “ sudah jam 8:00 “ batinku. Aku bergegas kekamar mandi, aku ada kuliah pagi ini, jadi aku harus secepatnya ke kampus. “ aku harus lebih dahulu datang daripada dosen” begitu aku menyemangati diriku pagi itu.
Dan tepat pukul 8:30 aku sudah on the way ke kampus, jarak dari rumah ke kampusku tidak terlalu jauh, maksimal menghabiskan waktu kurang lebih 20 menit. Kemudian dari gerbang kampus ku singsingkan lengan bajuku, dan berkata pada dunia :

“ aku datang menjemput masa depanku…”

Aku berlari menerobos keramaian mahasiswi yang sedang asyik berbelanja di kantin kampus, aku tau mereka pasti tidak sempat sarapan dirumah. Satu hal yang membuat aku bangga menjadi mahasiswi di universitas ini bahwa “ aku sudah masuk dalam komunitas islami, menjadi mahasiswi yang tidak berfikiran kerdil, dikelas maupun di luar kelas selalu berbicara tentang pelajaran, selalu mementingkan ilmu diatas segala2nya”.
Aku tersenyum bangga, meski aku belom mampu sepenuhnya untuk menjadi seperti itu, tapi tekadku untuk menjadi mahasiswi yang bernotabene islami masih tersemat di jiwaku. Yah… aku akan menjadi sosok perempuan perkasa yang mengispirasi.

Setelah mengikuti 3 mata pelajaran hari ini, mataku terasa sangat lelah sekali, tak bisa ku pertahankan lagi meski sejenak saja. Dengan perasaan kantuk yang sangat aku terkapar diatas meja kelas yang kosong, aku sudah tidak bisa lagi mempertahankan rasa itu, tapi rasa itu begitu besar dan sangat meracuni otakku. Hingga pada akhirnya aku tertidur setengah jam-an. Ketika terbangun, aku mendapatkan diriku seolah menjadi tontonan topeng monyet gratis, teman-teman sekelasku mengelilingi bangkuku dan menatapku dengan tatapan yang sangat aneh dan penuh tanda Tanya. Instink ku pun tak mau kalah untuk bertanya “ kenapa mereka menatapku dengan tatapan seperti itu? Apa ada yang salah dengan diriku, dengan wajahku? Dengan badanku? Atau……” oh My God.. sesegera mungkin aku menyadarkan diriku lalu berusaha menghindar dari kerumunan banyak orang, seperti kerumunan orang yang sedang kecelakaan sepeda motor, yang kepala hancur dan badannya terpisah-pisah. Tapi ketika itu aku sadar, ternyata dengan buaian mimpi tadi aku bukan hanya Ngigau, tapi juga mengukir peta diatas kanvas meja kelas.
“Huhhhh…. Kebiasaan yang tak pernah hilang” teriakku membatin.

Setelah tragedi dalam kelas itu, aku punya kebiasaan baru sebelum masuk kelas, yaitu Minum kopi, agar sepanjang kelas nanti aku tidak akan memejamkan mataku barang sejenak. Sehingga otakku bener-bener terfokus pada satu titik, yaitu Keterangan Dosen.

* * * * *

Pulang dari kampus aku termangu di depan laptopku, satu demi satu foldernya aku buka, hingga akhirnya tanganku tergerak untuk membuka folder Foto. Satu demi satu foto aku buka, dan sedikit demi sedikit memoryku tentang dia kembali terungkit. Dia yang begitu dekat denganku, dia yang selalu mencipatakan senyuman dibibirku, dia yang selalu tidak bosan untuk menasehatiku, dia yang selalu sabar menghadapi sifat kekaanak-kanakanku, dia.. dia… dan dia… sunggh tak habis rasanya jika berbicara tentang dia. Semua apa yang sudah aku lalui bersama dia satu persatu menjadi kenangan. Satu persatu menjadi sejarah.

Sekarang… aku sudah kehilangan sosoknya, dalam batin aku hanya mampu mengucapkan :

“ wiil you please never forget it even when you already have a new…”

Seperti yang aku katakan di awal, apapun yang terjadi hidup kan terus berjalan, meskipun kita menangis darahpun tak akan ada yang bisa menghentikan semua ini, kecuali yang Kuasa yang telah membuat semua ini.

Satu persatu butiran bening itu kemabali menetes di pipiku, bukan menangisi dia yang sudah punya tambatan hati, tapi menangisi semua ini yang begitu cepat berlalu, menangisi hubungan yang tidak lagi harmonis, menangisi keadaan yang tidak lagi memungkinkan untuk aku selalu bersamanya, menangisi kepergianya yang begitu cepat. Sangat memilukan.

“mba fie nangis lagi?” Tanya adik kelasku yang kebetulan sekamar denganku.
“ nggak doraemon….” Jawabku sambil mencoba tersenyum padanya.

Aku memang seringkali memanggilnya dengan sebutan “doraemon” karna selain lucu dia juga imut, persis sekali dengan doraemon.

“ mba fie sudahlah, jangan terlalu di tangisi, semua sudah terjadi bukan berarti Semuanya sudah berakhir mba, segala kemungkinan bisa saja terjadi. Sekarang kita hanya mampu berdo’a, jika dia yang terbaik yang di sediakan Allah untuk kita, Insya’Allah akan di pertemukan dengan keadaan apapun. perjalanan kalian masih terlalu panjang, meski sudah waktunya untuk memikirkan hal itu, tapi mari kita dahulukan prioritas kita sebagai mahasiswa dulu. Ok ok ok ?? mba fie senyum dong….”

Aku kaget kenapa doraemon bisa sebijak itu menasehatiku, kata-kata yang terucap dari lidahnya begitu mudah dan mempunyai makna yang sangat dalam buatku. Dia memang sangat perhatian terhadapku, sudah ku anggap seperti adikku sendiri, tapi aku gak pernah terfikir dia seperhatian ini padaku. Sampai hafal gerak gerikku tatkala kena musibah, dia ngerti banget tatapan mataku ketika gundah menghampiriku.

“liat saja, dia akan kembali kepangkuanku, dia akan kembali seperti orang yang pertama kali aku kenal, dia akan selalu menemaniku dalam hari2ku, dia juga akan mengisi diary kehidupanku. Dia akan terus menjagaku apapun yang terjadi. Kau tau kenapa? Karna aku tau senyuman itu sama seperti dulu, gak akan pernah berubah. Dia adalah pujaan hatiku yang terus menemani aku kemanapun aku pergi. Kau tau kenapa? karna tatapan mata itu selalu memberiku arti pengorbanan. “
Aku terus berkata tanpa jeda, mengurai kata tentang dia, orang yang selalu aku sayangi, orang yang selalu memberiku harapan tak berkoma.

“ mbak… sudalah… kenyataannya kalian sudah mempunyai jalan masing-masing. Semuanya tidak seperti yang kita inginkan, mba bukanlah seorang tuhan yang bisa mengatur segalanya, tapi kita tidak lebih hanyalah seorang hamba yang hanya akan menerima apa adanya.” Kata doraemon seolah menyadarkan aku dari ketidakwarasanku berfikir tentang dia.

“ semuanya sudah terjadi, dan keptusannya tidak bisa di ganggu, dia sudah memilih, sekarang… walaupun mba fir menangis sepanjang hari, lalu teriak sampai gila gak akan pernah bisa merubah keputsan itu, belajarlah menerima kenyataan… meski pahit, tapi akan manis hasilnya. Mungkin dia bukan yang terbaik buat mba fie. Dan semua kenyataan ini adalah apa adanya. Mba harus sabar dan tabah, seharusnya ketika mba siap bertemu dengannya, mba juga harus siap jika satu saat berpisah dengannya. Semua keputusan ada konsekuensinya, dan kita harus siap menerima semua konsekuensi itu. Jangan pernah menyerah, karna urusan cinta bukan lah segala2nya yang harus kita fikirkan. “

Begitu panjang kata2 doraemon menasehatiku, dan aku baru sadar bahwa sakit ini bukanlah karna dia, tapi karna diriku sendiri yang tak pernah bisa menerima kenyataan pahit tentang dia.

Semoga semuanya adalah pilihan yang terbaik, dan ku katakan “ aku akan pergi jauh dari kehidupanmu, bukan untuk menghilang, tapi hanya bersembunyi menunggu untuk kembali lagi. Selamat jalan soulmate ku, semoga kau bahagia dengannya… dan kau tau, aku akan tetap tersenyum untuk kalian. Dan kau tau?? Aku tak akan berdesak2an untuk melihatmu dari dekat, tapi aku terus mamantaumu dari kejauhan. Bukan karna aku takut melihat wajah polosmu, tapi aku tak punya cukup nyali untuk memandangmu dari jarak dekat. 


--hasil imajinasi tak sempurna --
 

Copyright © 2009 Martina Musfiani. All Rights Reserved